Rabu, 24 April 2013

Tragedi Hillsborough


Keinginan Scousers menyaksikan laga semi-final Piala FA antara The Reds dan Nottingham Forrest di Hillsborough justru berubah menjadi tragedi berdarah yang merenggut 96 nyawa.



15 April 1989 akan selalu dikenang sebagai hari kelam dalam sejarah sepakbola Inggris dan khususnya Liverpool.

Keinginan Scousers untuk menyaksikan laga semi-final Piala FA antara The Reds dan Nottingham Forrest di Stadion Hillsborough justru berubah menjadi tragedi berdarah yang merenggut 96 nyawa, termasuk dua yang meninggal di kemudian hari, dan jumlah korban cedera mencapai 766 orang.

Seperti kebanyakan stadion saat itu, venue milik Sheffield Wednesday tersebut memiliki sejumlah area khusus berdiri yang disebut dengan teras, dan dikotak-kotakkan dengan pagar besi sebagai pemisah.

Akibat perbaikan jalan yang tak terjadwal, banyak calon penonton datang telat ke pertandingan ini. Kerumunan besar fans pun terbentuk di pintu masuk saat laga dimulai. Bermaksud mengurangi penumpukan suporter sekaligus menghindari cedera, pihak kepolisian memutuskan membuka dua pintu samping menuju area sentral untuk para pendukung Liverpool.

Celakanya, mereka luput memonitor jumlah penonton yang telah berada di area sentral sehingga arus masuk suporter malah membuat sektor tersebut jauh melebihi kapasitas.


Kenny Dalglish masih aktif bermain saat terjadinya peristiwa memilukan ini

Konsekuensinya, fans yang berada di depan terdesak ke arah pagar pembatas antara teras dan lapangan. Ketiadaan petugas stadion dan polisi untuk mengarahkan penonton memperparah situasi, karena fans yang baru masuk tidak menyadari apa yang terjadi di bagian depan dan terus merangsek masuk demi menyaksikan laga. Saking besarnya tekanan yang ditimbulkan akibat dorongan kerumunan penonton dari belakang, banyak dari korban jiwa menghembuskan napas terakhir dalam keadaan berdiri.

94 orang, dari usia 10 hingga 67 tahun, menemui ajal di hari kejadian. Korban meninggal meningkat empat hari berselang ketika Lee Nicol, bocah 14 tahun yang harus menerima bantuan alat penunjang kehidupan, akhirnya tak sanggup lagi bertahan dengan cederanya. Pada Maret 1993 angka itu bertambah lagi jadi 96, saat artifical feeding and hydration (pemberian makan dan minum melalui selang) dicabut dari Tony Bland (22) setelah nyaris empat tahun tak sadarkan diri dan tidak menunjukkan tanda-tanda kemajuan.


89 dari 96 orang korban Tragedi Hillsborough diantaranya laki - laki serta 7 orang perempuan. Berdasarkan umur, kebanyakan diantaranya berusia dibawah 30 tahun serta 13 orang diantaranya dibawah usia 20 tahun. Korban termuda adalah seorang anak laki - laki berusia 10 tahun.
730 orang terluka di dalam stadion serta 36 terluka di luar stadion. Ratusan orang mengalami trauma karena peristiwa tersebut.

Menyusul peristiwa memilukan ini, pemerintah Inggris menunjuk Hakim Agung Taylor untuk menggelar investigasi. Hasil temuannya yang dirilis pada Januari 1990, dikenal dengan nama Taylor Report, menyimpulkan "kegagalan pengawasan kepolisian pada 15 April" dan "meski ada penyebab-penyebab lainnya, alasan utama untuk bencana ini adalah kegagalan kontrol kepolisian".

Taylor Report juga berujung kepada dihilangkannya pagar pembatas antara tribun penonton dan lapangan, serta konversi stadion-stadion besar di seantero Inggris menjadi "all-seater".


96 orang, dari usia 10 hingga 67 tahun, kehilangan nyawanya karena tragedi Hillsborough

Penyelidikan toh tidak berhenti sampai di situ. Bertahun-tahun usai insiden tersebut ada kecurigaan bahwa fakta lengkap belum terungkap dan beberapa justru sengaja ditutup-tutupi, The Hillsborough Family Support Group yang dipimpin oleh Trevor Hicks, mengampanyekan pengungkapan segala dokumen relevan.

Ini akhirnya bermuara kepada pembentukan Hillsborough Independent Panel pada Desember 2009, dengan hasil investigasi dibeberkan pada publik pada 12 September 2012.

Di sana terkuak bahwa tak ada satu pun fans Liverpool yang bertanggung jawab atas bencana tersebut, dan penyebab utama adalah "kurangnya kontrol kepolisian". Terungkap pula bahwa 41 dari 96 korban tewas sebenarnya bisa diselamatkan andai reaksi layanan darurat dan koordinasi saat itu lebih baik. 

Selain itu, hasil temuan penting lainnya adalah pernyataan dari 164 saksi mata telah diubah, 116 diantaranya yang mengandung komentar negatif tentang Kepolisian South Yorkshire diubah atau dhilangkan. Kepolisian South Yorkshire juga diketahui melakukan tes alkohol pada korban yang sudah meninggal, termasuk anak-anak, untuk berupaya "mencederai reputasi mereka".


The Sun juga menulis sebuah headline berjudul "The Truth" yang memojokkan fans Liverpool di stadion dan mengkambing hitamkan fans Liverpool sebagai biang keladi tragedi Hillsborough, hingga terjadi boikot terhadap The Sun dengan slogannya "Don't Buy The Sun".


Usai dirilisnya temuan ini, Perdana Menteri David Cameron menyatakan permintaan maaf atas nama pemerintah, dan Ed Miliband atas nama partai oposisi. Sheffield Wednesday, Kepolisian South Yorkshire, dan mantan editor The Sun yang menulis headline "The Truth", Kelvin McKenzie, juga mengajukan permintaan maaf mereka, The Sun juga membuat permintaan maaf dengan headline "The Real Truth" 20 tahun lebih kemudian, dan para fans Liverpool (bahkan penduduk kota Liverpool, termasuk Evertonian) menolak percaya pada semua pemberitaan dari surat kabar The Sun hingga saat ini.

Sampai hari ini, insiden Hillsborough tercatat sebagai bencana terkait stadion yang paling mematikan dalam sejarah Inggris, dan salah satu tragedi terburuk dalam sejarah sepakbola.


cat: tulisan ini dimiliki oleh Dede Sugita, penulis dari goal.com dengan sedikit tambahan dari saya.

baca juga: Tribut Dari Suporter Di Penjuru Dunia Untuk Tragedi Hillsborough (2013)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar